Tahun 2016
merupakan tahun yang penting bagi Negara kawasan ASEAN. Terutama, karena tahun
ini adalah momen dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) – yang menjadi
tonggak utama menuju integrasi ekonomi kawasan yang sangat besar.
MEA adalah
sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk
menghilangkan, jika tidak, meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan
kegiatan ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan
investasi.
Pertanyaanya,
sudah siapkah Masyarakat Indonesia menghadapi MEA ?
Momentum
pembentukan MEA memiliki Arti penting bagi kawasan ini karena pada tahun 2020,
total Pendapatan Nasional Bruto (PNB) Negara-negara ASEAN diperkirakan akan
tumbuh mencapai US$47 triliun. ASEAN secara keseluruhan akan mengalami
pertumbuhan ekonomi terbesar ke-empat di dunia pada awal tahun 2030. (masih
sangat lama).(Bisnis Indonesia 3/16)
Selain perjanjian
perdagangan bebas sudah ada, integrasi ekonomi lebih lanjut akan membuka potensi
perkembangan ekonomi yang menjanjikan dikalangan bisnis, namun disisi lain
masyarakat Indonesia belum sepenuhnya mengerti akan MEA, malahan masih banyak
masyarakat yang tidak tau apa itu MEA, dikalangan mahasiswa sendiri MEA masih
sangat asing. Apakah itu dinilai cukup untuk ikut serta dalam ekonomi kawasan?.
Akan tetapi mau tidak mau Indonesia sudah terjun kedalam perjanjian ekonomi
Kawasan, dan harus meyakinkan diri bahwa masyarakatnya siap bersaing dan ikut
serta dalam membangun mengembangkan ekonomi Negara secara optimal agar tidak
menjadi boomerang nantinya. Karena perdagangan bebas secara keseluruhan, produk
Negara-negara kawasan akan mudah memasuki pasar Indonesia, dengan kualitas dan
harga yang bersaing secara ketat.
Disisi lain,
tren digital lagi-lagi menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas di dalam
ekonomi berkelanjutan karena, tren digital seperti Big Data, internet of
things, komputasi awan, media sosial, dan layanan web seluler secara radikal
telah menginvasi mengubah lanskap dan cara bisnis modern.
Dalam kurun
waktu empat tahun mendatang diprediksi 70% masyarakat dunia menggunakan
perangkat seluler canggih, dan 90% akan memanfaatkan jaringan pita lebar untuk
mengakses internet.
Masyarakat
kita menjadi konsumtif akan mengkases jaringan internet namun apakah itu untuk
keperluan yang sangat penting atau hanya sebatas bersosial media saja?.
Persaingan
di produk berbasis industry kreatif dan inovatif sangat diharapkan mampu
menjadi kunci utama menghadapi ekonomi kawasan, dan pengetahuan yang cukup
dalam pemasaran dan kebutuhan secara global dikawasan. Diharapkan masyarakat Indonesia
bukan hanya menjadi penonton dan sebagai komsumer saja, tapi harus menjadi
produsen produk produk yang memiliki nilai jual tinggi dan berkulitas dengan
harga yang bersaing. Untuk itu sosialisi akan Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang
sudah menjadi tanggung jawab pemerintah, perlu di matangkan agar dengan
berjalanya ekonomi kawasan masyarakat kita sudah bisa memahami akan pentingnya
untuk menciptakan produk barang atau jasa yang mampu bersaing di ASEAN.
Karena MEA
akan memberikan akses lebih besar ke pasar dengan lebih dari 630 juta orang
yang menawarkan peluang luar biasa. Ini berarti kompetisi yang sangat luar
biasa ketat dan tajam sesama masyarakat ASEAN. Mereka yang mampu menciptakan peluang
dan pasar yang bagus yang akan memiliki nama dan benefit yang bagus di kawasan.
Selain peluang
MEA juga berarti sebagai ancaman, bagi produk yang tidak memiliki nilai jual
yang berkulitas. Hal ini tentunya sangat menjadi momok menakutkan bagi setiap Negara,
karena pasar tentunya menginginkan hal yang lebih menarik dan lebih dari yang
mereka harapkan dari penawaran.
Indonesia
sendiri memiliki peluang besar dengan memiliki sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang melimpah, dan itu perlu di kembangkan secara maksimal . bila tidak
mampu mengembangkan dan mengelolanya sama saja Indonesia hanya akan menjadi
target pasar yang empuk untuk Negara Negara kawasan dengan penduduk yang
konsumtif. Dan itu tidak boleh terjadi karena hanya akan merugikan Indonesia
dan menjadi percuma jika adanya perdagangan bebas Indonesia hanya menjadi pasar
saja bukan sebagai produsen pasar.
Masih banyak
masyarakat kita yang melakukan sesuatunya secara konvensional belum
mengaplikasikan sebagian dari kebiasan mereka kedalam bidang yang lebih
kompleks, terutama dapat kita lihat dari penolakan teknlogi aplikasi daring,
untuk angkutan umum aplikasi online. Sebagian masyarakat banyak yang masih tidak
mau beralih ke system digital yang dinilai lebih praktis cepat dan murah. Mereka
masih berharap konvensional dapat bersaing. Untuk itu perlu penangan khusus
untuk menamkan akan perubahan dan peralihan jaman yang semakin cepat, agar
masyarakat lebih terbuka dan mau menerima perubahan itu secara bertahap dengan
belajar memahami akan teknologi, bukan penolakan secara radikal yang merugikan
dirinya sendiri dan pihak lain.
Mengkomunikasikan
akan perubahan terhadap era ekonomi yang lebih luas menjadi pokok penting untuk
pemerintah. secara keseluruhan masyarakt Indonesia diharapkan memahami dan
mengerti akan persaingan yang lebih ketat dimasa yang akan datang. Dan tidak
hanya untuk masyarakat urban saja tetapi untuk menyeluruh.
0 komentar:
Post a Comment